Thursday, 6 September 2018

Posted by MATRA MAHASISWA in , | September 06, 2018 No comments
Oleh: Misbahudin Djaba

Anak-anak bangsa yang berkarakter dan memiliki integritas nilai-nilai moral merupakan tujuan dari Pendidikan dan menjadi cita suatu bangsa. Indonesia dengan Tri Pusat Pendidikan yang merupakan transformasi dari Tri Sentra Pendidikan, berusaha untuk mengemban amanah dari Undang-Undang Dasar 1945 untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Lewat sebuah semboyan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, bersuara:  “didalam hidupnya anak-anak ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat Pendidikan, yang amat penting baginya. Yaitu alam keluarga, alam perguruan dan alam pergerakan pemuda”.

Ketiga lokus utama pendidikan tersebut, kini terhimpun dalam Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yang terdiri dari Pendidikan Keluarga, Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Masyarakat. Masing-masing dari unsur tersebut berkewajiban untuk memberikan Pendidikan lewat peranannya. Agar tujuan Pendidikan nasional untuk melahirkan anak-anak bangsa yang berkarakter, dapat terwujud secara holistik dengan kerja sama yang terbangun  secara kolektif dari ketiga unsur Pendidikan tersebut.
Dewasa ini, pendidikan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, terus melakukan renovasi, untuk memaksimalkan peranannya. Semua itu dilakukan, agar setiap sumber daya manusia yang berproses didalamnya dapat menghadapi tantangan regional maupun global, dan yang lebih penting lagi anak-anak didik memiliki karakter. Akan tetapi jika dilihat dari realita saat ini, kita dapat menemukan gap (kesenjangan), antara perkembangan yang terus dialami oleh lembaga pendidikan formal dan perilaku anak didik saat ini. Bibit-bibit bangsa tersebut, kebanyakan dari mereka sedang diradang dekadensi moral, sehingga pembelajaran akademik yang berlangsung pada lembaga pendidikan formal tidak terserap dengan baik.

Kemerosotan moral terus menambah korban-korbannya dari anak-anak bangsa. Fenomena ini tidak dapat dihindari, sebab Tri Pusat Pendidikan yang menjadi solusi terbaik untuk melahirkan anak-anak bangsa sesuai harapan negara, saat ini sedang berjalan terpisah.

Keluarga dan masyarakat terlihat menyerahkan secara penuh kepada sekolah untuk dapat membentuk karakter dan kognisi anak. Padahal sudah sangat jelas, sekolah adalah salah satu bagian dari tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan. Sementara itu keluarga dan masyarakat merupakan bagian yang tidak kalah penting untuk bertanggung jawab dalam satuan pendidikan. Jika keluarga dan masyarakat tidak segera mengambil peranan dalam Tri Pusat Pendidikan, maka mulai dari saat ini kita akan bersama-sama menopang dagu, sembari melihat perkembangan bangsa lain yang dipelopori langsung oleh generasi muda dari bangsa tersebut, dan kita akan semakin tertinggal.
Ilustrasi: Peranan dalam membangun sinergitas
[Sumber: google]
Demi memaksimalkan peranan keluarga dan masyarakat dalam satuan pendidikan, baiknya kita memahami secara saksama peranan utama dari keluarga dan masyarakat, sebagai lembaga pendidikan informal dan non formal bagi seorang anak.

Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dimana prosesnya berjalan secara alamiah. Mau tidak mau, atau suka tidak suka, keluarga memiliki kewajiban secara kodrati untuk memberikan pendidikan pada anak. Hal ini tidak lain bertolak dari fungsi pendidikan yang melekat pada keluarga, untuk bertanggung jawab mendidik anak dengan penuh kasih sayang.

Peranan keluarga yang paling penting adalah memberi pendidikan ahlak, sebelum pendidikan lain. Karena tujuan utama dari pendidikan adalah pembelajaran soal ahlak. Tujuan ahlak pertama kali diperkenalkan, agar anak mendapat dasar yang kuat untuk membedakan mana ahlak yang baik dan mana yang buruk, dengan bersandar pada noram-norma agama dan etika. Hasil dari pengetahuan dasar soal ahlak, dapat membentuk kekuatan jiwa anak yang mendorong dirinya untuk melakukan perbuatan baik, secara spontanitas. Perilaku seperti ini merupakan ciri mendasar dari anak yang berkarakter dan berintegritas. Hal ini pula selaras dengan tujuan dari pelibatan keluarga sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 Tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan, pada Bab 3 Pasal 2, yaitu memfasilitasi dan/atau berperan dalam kegiatan penguatan pendidikan karakter anak di satuan pendidikan.

Dalam proses pembentukan dan penguatan karakter anak, keluarga sangat diharapkan untuk menyalurkan secara penuh kasih sayang kepada anak, sebab perhatian kepada anak merupakan faktor penting dari penguatan karakter anak. Disamping itu, orang tua sebagai pendidik sangat dianjurkan untuk mengontrol perkembagan anak, lewat pendekatan persuasif. Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagaimana diungkapkan oleh Mappiare dalam Suyanto dan Hisyam, 2000: 186-187: “upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah pendidik dan orang tua berkumpul bersama mencoba memahami gejala anak pada fase negatif, yang meliputi keinginan untuk menyendiri, kurang kemauan untuk bekerja, mengalami kejenuhan, ada rasa kegelisahan, ada pertentangan sosial, ada kepekaan emosional, kurang percaya diri, mulai timbul minat pada lawan jenis, adanya perasaan malu yang berlebihan, dan kesukaan berkhayal”. Kesimpulan dari pendapat Mappiare adalah, orang tua harus selalu memberikan waktunya walau hanya beberapa jam untuk bersama anak, atau buatlah program sejam bersama anak untuk membangun pendekatan persuasif tersebut.

Metode mendidik dari setiap keluarga berbeda-beda dalam menerapkan didikannya. Ada salah satu hal yang patut untuk disadari dalam mendidik, yaitu soal ketegasan. Dalam mendidik ketegasan sangatlah penting untuk membentuk mentalitas anak, namun sebaiknya tidak berlebihan, apalagi berujung pada kekerasan fisik atau verbal, hal tersebut merupakan metode pengajaran yang buruk. “di antara perilaku buruk dalam proses mengajar adalah munculmya emosi atau suara yang keras” (Najib, 2002: 86).

Sementara di bagian lain, masyarakat secara implisit diartikan sebagai sekumpulan individu yang hidup bersama dengan berasas pada pandangan hidup yang sama. Ada baiknya memandang secara saksama pentingnya pendidikan pada diri seorang anak yang merupakan bagian dari masyarakat. Hal ini bermuara dari fungsi masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal yang memberikan pendidikan secara sengaja, kepada anggota masyarakat yang begitu pluralistic. Pemberian pendidikan dari masyarakat, berasal dari kelompok-kelompok sosial yang terbentuk secara sadar, lalu kemudian kelompok-kelompok tersebut bergerak sesuai bidang masing-masing. Pendidikan yang lahir secara sengaja dari masyarakat, dapat membantu penguatan karakter anak, lewat proses pendewasaan yang diwujudkan dari pergerakan kelompok tersebut. Sebut saja seperti karang taruna, Lembaga Swadaya Masyarakat, Majelis Ilmu, Yayasan dan lembaga-lembaga sosial lainnya, yang secara sadar memberikan pendidikan.

Pendidikan berbasis masyarakat dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 16, dengan mengharapkan peyelenggaraan pendidikan berbasis pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Seperti kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan segala potensi dalam masyarakat sebagai perwujudan dari, oleh, dan untuk masyarakat.

Sinergitas antara keluarga dan masyarakat dalam satuan pendidikan nasional yang berlangsung secara konsisten, berteguh pada komitmen bersama dan berjalan secara kontinu. Dengan perlahan akan melahirkan anak-anak yang berkarakter, yang berjiwa pembaharu dengan ruh Pancasila, dan anak yang religius dengan integritas nilai-nilai moral yang tertanam padanya. Sumber daya manusia seperti itu sangat dibutuhkan oleh bangsa, untuk dapat menghadapi tantangan masa kini dan masa depan.

Keserasian dari unsur-unsur yang termaktub dalam Tri Pusat Pendidikan tersebut, selain dapat mewujudkan tujuan Pendidikan nasional, juga dapat mendukung Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang saat ini sedang di upayakan oleh pemerintah lewat Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Dalam Perpres tersebut Pendidikan karakter dimaksudkan sebagai  gerakan Pendidikan di bawah tanggung jawab satuan Pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga,  dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

0 Komentar:

Search