Friday, 2 August 2019

Posted by MATRA MAHASISWA in , | August 02, 2019 No comments
Menyoal tentang pagi, tentu hampir sebagian orang berdalih kalau pagi adalah awalnya hari. Pagi yang baik adalah pagi yang damai. Apalagi kalau paginya semakin berkah dengan sejuknya udara dan hangatnya secangkir kopi atau teh sebelum kesibukan (pekerjaan) menjarah waktu kita hampir seharian.

Sumber Foto: Misbahudin Djaba

Pagi-pagi sebelumnya mungkin kita lewati dengan cara yang sama, sampai ada sesuatu yang terbesit dalam alam pikir.”kenapa semakin lama pagiku tak senikmat dulu?” Waktu setelah fajar selalu sepasang dengan udara segar nan sejuk, momen dimana matari menyapa sebagian belahan bumi. Tetapi sekarang pagi terasa begitu risih. Ia seakan sudah berkawan dengan kota besar yang begitu bising dan arogan dengan segala tetek bengek yang suka dibesar-besarkan oleh masyarakat kota besar. (baca saja: metropolitan atau lebih dikenal metropulutan)

Kenapa pagi sekarang tak seperti paginya kakek-kakek kita dahulu. Pagi yang begitu dinanti oleh setiap orang, saat surya menyapa bersama udara sejuk, bersih dan anti polutan. Ada keramaian yang begitu ramah, saat ayam bersahut-sahutan, dan tak ketinggalan paduan suara yang sedap didengar dari kawanan burung.

“Kenapa pagiku tak seperti paginya kakek?”, tanya seorang cucu. “karena pagimu telah direbut oleh serakahnya kehidupan modern”, jawab si Kakek dengan lugas dan tanpa keraguan. Mungkin berapa baris lirik karya Relung Kaca, sebuah band asal Singaraja, Bali. Bisa menjelaskan kenapa pagi sekarang tak seperti dulu.

“dulu di depan rumahku masih banyak pohon”
“dulu di sebelah rumahku masih banyak bunga”
“yang memberikan aroma damai”
“pagiku telah hilang”
“dimakan buas metropolitan”
“dirampas buas asap kendaraan”

Dari lirik di atas kita bisa sepakat bersama, kenapa pagi kita tak seindah dengan pagi yang telah lalu. Yup, karena pagi kita adalah polusi, pagi kita adalah hingar bingar kehidupan moderen, pagi kita adalah awal bagi polutan (partikel jahat) untuk meracuni setiap mahluk hidup, dan yang paling penting pagi kita telah hilang!

Polusi atau pencemaran berhasil membius pagi yang damai. Pencemaran dari polutan bergelirya dengan cepat, baik di air, di tanah, dan yang terparah di udara. Sebelumnya sempat tersiar kabar bahwa “Mama Kota” (Ibu Kota) kita mendapat predikat sebagai kota dengan tingkat udara yang begitu berbahaya, begitula kiranya yang dilaporkan oleh Air Visual setelah mengecek begitu tercemarnya udara Ibu Kota Indonesia.

Pencemaran yang terjadi saat ini sudah diluar batas kemanusiaan, khususnya pencemaran udara. Di balik hembusan asap rokok, kepulan emisi dari asap kendaraan, “kentut” yang tak henti dari cerobong asap industri, sampai uap dari masakan enak di balik dapur, adalah donator setia dan begitu beriman dalam mewujudkan polutan udara yang begitu berbahaya.

Satu dari banyak polutan udara tersebut adalah PM (Particular Matter) 2,5. Ini adalah sejenis pertikel jahat yang bebas beterbangan melanglang buana disekitar kita. Ia lebih berbahaya dari kenangan mantan kekasih yang masih membeku dalam ingatan. Partikel ini memiliki ukuran 2,5 mikrometer, atau jika dibayangkan besarnya hanya sekitar 3% dari diameter rambut manusia (tirto.id). Saking kecilnya, menurut Greenpeace Indonesia yang dinukil oleh tirto.id, bahwa PM 2,5 dengan mudah bisa menembus masker harian (masker hijau) yang biasa kita gunakan, bahkan partikel ini bisa berbentuk gas. PM 2,5 menjadi salah satu biang dari penyakit pernapasan, sampai penyakit jantung. Partikel ini seperti “agen rahasia” yang begitu terlatih membunuh dalam diam.

Asal mula partikel ini secara harfiah berasal dari gaya hidup modernism, yang begitu familiar saat ini. Akan tetapi ada baiknya kita memgambil penjelasan dari ahlinya ahli, yakni Departemen Kesehatan New York yang dilansir oleh tirto.id mencatat, asal PM 2,5 bisa dibagi menjadi outdoor (di luar ruangan) dan indoor (di dalam ruangan). Dalam kategori outdoor, PM 2,5 ada di asap mobil, truk,  bus, dan kenderaan bermotor lain, termasuk hasil pembakaran kayu, minyak, batu bara, atau akibat kebakaran hutan dan padang rumput. Tak ketinggalan juga PM 2,5 dihasilkan secara masif oleh cerobong asap pabrik. Sedangkan yang dari dalam ruangan, PM 2,5 terkandung di asap rokok, asap memasak, membakar lilin atau minyak lampu, atau asap perapian.

Dalam pencemaran udara PM 2,5 tak sendirian, bersama komplotannya: Ozon (O3), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Sulful Dioksida (SO2). Membentuk “kelompok bersenjata” (bukan teroris atau separatis) untuk membunuh jutaan manusia, dan seluruh mahluk hidup yang ada di Bumi. Hebatnya, gangster ini sudah bersaing dengan rokok dalam “membunuh” lebih banyak orang. Seperti dinukil dari National Geographic Indonesia setidaknya pencemaran udara sudah membunuh 8,8 juta orang dan di Eropa sana (tempat dimana Liga Champions berlansung), terdapat 790 ribu orang yang mengalami kematian dini akibat udara buruk. Tak sampai disitu, menurut kabar dari World Health Organization (WHO) yang dilansir dari Deutsche Welle, Sembilan dari sepuluh orang secara global menghirup udara dengan tingkat polutan yang tinggi. Serta, lebih dari 90 persen kematian akibat udara buruk terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, terutama di Asia dan Afrika.

Setelah kita tahu kalau polutan dengan begitu buas menerkam pagi kita, apakah akan kita perangi? Tentu saja, kelompok teroris atau pun kelompok radikalis kita perangi apalagi mereka (kelompok polutan)! Semua yang mengancam kedamaian dan ketentraman harus kita basmi. “Ais, kenapa tulisannya bak naskah pidato”.

Solusi singkatnya untuk membasmi pencemaran adalah dengan menafikkan gaya hidup modern nan hedonis yang kita agung-agungkan saat ini. Pun spesifiknya kita harus mengurangi penggunaan kenderaan pribadi seperti motor, mobil dan segala macam kenderaan yang mengkonsumsi bahan bakar fosil. Saat trend untuk menggunakan kenderaan pribadi seperti disebutkan tadi meningkat, maka kita akan menyebabkan kemacetan, hematnya kita bakal menyumbang jutaan polutan yang berasal dari asap kenderaan, segeralah beralih ke tranpostasi umum atau mengapa kita tidak mengendarai sepeda atau berjalan kaki bila jarak yang akan kita tempuh terbilang dekat, padahal aktivitas tersebut memberikan banyak manfaat bagi kesehatan. Selain itu saya teringat pesan bijak dari teman saya, “tak peduli berapa lama nanti kita akan hidup, selama setiap orang menanam satu pohon itu sangat bermanfaat bagi kita dan anak cucu kita”. Benar saja yang dikatakan, faktanya  satu pohon dewasa dapat menghasilkan udara bersih (oksigen) bagi dua orang selama setahun, yang besarannya sekitar 130 kilogram. Pohon juga dapat menyerap partikel jahat (polutan) yang dapat mencemari udara.

Ini adalah jalan kecil untuk melawan polusi, bijaknya perjalanan 1000 kilometer akan diawali dengan satu langkah kecil. Kita harus memulainya agar bisa berdamai dengan alam, agar pagi kita menjadi pagi yang indah. Momen dimana mengawali hari baru bersama secangkir kopi panas dan ditemani oleh udara bersih dan sejuk.

Misbahudin Djaba
Tulisan ini telah dimuat pada blog pribadi
m


Redaksi menerima karya Jurnalistik, Opini, Esai, Puisi serta karya terjemahan atau saduran.

0 Komentar:

Search